in

OMGOMG

Korban Berteriak, Hukum Membisu: Kegagalan Penegakan Hukum dalam Kasus Pornografi yang Menimpa Peserta KKN Koparekraf

Sudah satu tahun sejak kasus tindak pidana pornografi ini dilaporkan ke pihak kepolisian, namun pelaku belum juga diadili. Padahal, korban telah berupaya keras mengumpulkan bukti yang cukup terkait penyebaran konten pornografi tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius: mengapa kasus ini belum dapat diselesaikan? Di mana tanggung jawab pihak penyelenggara KKN Kolaboratif Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif (Koparekraf)? Apakah tidak ada tindakan tegas untuk memastikan keadilan bagi korban?

Ketidakjelasan dalam penanganan kasus ini tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga berdampak buruk pada kondisi psikologis dan reputasi korban. Korban yang telah berjuang mengumpulkan bukti layak mendapatkan dukungan penuh dari aparat penegak hukum dan pihak penyelenggara Koparekraf. Ketidakseriusan dalam mengusut kasus ini menunjukkan kurangnya empati terhadap korban dan bisa memberikan ruang bagi pelaku untuk mengulangi perbuatannya.

Sebagai lembaga yang menaungi kegiatan KKN Koparekraf, memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan lingkungan yang aman bagi semua peserta KKN Koparekraf. Tindakan tegas dalam mengawal kasus ini hingga tuntas bukan hanya bentuk solidaritas terhadap korban, tetapi juga menjadi langkah preventif agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Meskipun kasus ini telah berada dalam tahap penyelidikan, proses hukum tidak boleh berhenti di tengah jalan. Pihak penyelenggara KKN Koparekraf harus terus memantau perkembangan kasus ini dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman dan keadilan bagi korban. Penundaan penegakan hukum hanya akan memperpanjang penderitaan korban dan mencoreng citra.

Dalam situasi seperti ini, semua pihak harus bersinergi untuk mempercepat penyelesaian kasus. Aparat penegak hukum perlu menunjukkan profesionalitas dan keberpihakan pada keadilan, sementara penyelenggara KKN Koparekraf harus memastikan pengawalan yang konsisten. Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang terabaikan. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menunda penyelesaian kasus ini lebih lama lagi.

Baca Juga  Anak Muda Berbicara Pilkada dalam Membangun Harapan Baru Polman yang Lebih Inklusif

(Tulisan ini masih memerlukan verifikasi lanjutan terlebih setelah mendapat aduan dari pembaca dan berkeberatan atas beberapa narasi yang tersampaikan dalam tulisan ini)

Bagikan Ke Seluruh Umat Manusia!

What do you think?

Written by Rani Purnama

saya adalah seorang mahasiswi semester tengah berumur 22 tahun

Tinggalkan Balasan

GIPHY App Key not set. Please check settings

One Comment

Bayang-bayang Stigma di Balik Meja Warkop dan Perempuan yang Ngopi di Atasnya

Tante Mia, Bu Let dan Perkara Jumatan