in

Polisi Kian Problematik, Apakah Harus Kembali Dibawahi TNI?

Kasus demi kasus yang melibatkan insitusi kepolisian kian bermunculan di Indonesia, setidaknya dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut kemudian menimbulkan berbagai respon dari masyarakat. Tidak sedikit masyarakat menyerukan kekecewaan dan ketidakpercayaannya dengan institusi ini.

Kejadian-kejadian yang melibatkan anggota polisi, baik itu kekerasan terhadap warga sipil, penyalahgunaan wewenang, hingga keterlibatan dalam dunia kriminal, semakin sering mencuat ke permukaan. Banyak yang kemudian beranggapan, apakah ini pertanda bahwa institusi kepolisian kita sedang mengalami krisis moral dan konstitusi.

Semenjak berita perihal kebobrokan institusi ini kian banyak bermunculan, ada beberapa pernyataan yang kemudian cukup menarik untuk dibahas yaitu soal bagaimana mendorong agar institusi kepolisian dikembalikan menjadi instrument satuan di bawah komando Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Hal tersebut tentu bukan hal baru, mengingat institusi kepolisian memang pernah dibawah komando TNI seperti yang terjadi pada masa Orde Baru. Namun, apakah langkah ini benar-benar solusi yang tepat?

Kepolisian dan Tanggung Jawabnya

Sebagai institusi yang berperan penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, polisi memegang peranan strategis dalam memastikan hukum ditegakkan dan warganya terlindungi.

Polisi harus bisa memberikan rasa aman, menegakkan hukum dengan adil, serta bertindak sebagai penegak moralitas dalam masyarakat. Sayangnya, dalam praktiknya, sejumlah anggota polisi justru melanggar norma yang seharusnya mereka tegakkan.

Berbagai kasus yang mengundang perhatian publik, seperti kekerasan hingga pembunuhan terhadap tersangka atau bahkan sipil, penyalahgunaan kekuasaan, hingga keterlibatan dalam dunia mafia, semakin menunjukkan bahwa terdapat masalah besar dalam internal kepolisian.

Institusi yang seharusnya menjadi panutan dalam penegakan hukum malah terlihat lemah dalam pengawasan internal dan penindakan terhadap anggota yang melanggar aturan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah struktur dan manajemen yang ada dalam kepolisian saat ini cukup efektif?

Baca Juga  HAKTP 2024: Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Kampus Terus Terjadi

Mengembalikan Polisi di Bawah TNI: Mitos atau Solusi?

Masa Orde Baru (1966–1998) mencatatkan sejarah yang kontroversial terkait dengan hubungan antara Polri dan TNI. Pada masa itu, kepolisian Indonesia berada di bawah komando TNI, dalam struktur yang dikenal dengan nama ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), yang menggabungkan tentara dan polisi dalam satu komando militer. Tentu saja, dengan dilibatkannya TNI, pengawasan terhadap polisi lebih ketat, dan kontrol terhadap aparat keamanan bisa lebih tegas.

Namun, mengembalikan polisi di bawah TNI saat ini bukanlah hal yang sederhana. Ada beberapa alasan yang harus dipertimbangkan. Pertama, kepolisian dan TNI memiliki fungsi yang berbeda. Polisi berfokus pada penegakan hukum di dalam negeri, sedangkan TNI lebih pada menjaga pertahanan negara dari ancaman eksternal. Menggabungkan keduanya dalam satu komando bisa membingungkan peran dan tugas masing-masing.

Kedua, meskipun TNI terkenal dengan disiplin dan kedisiplinannya yang tinggi, tidak dapat dipungkiri bahwa kembali menggantungkan penegakan hukum pada aparat militer bisa membuka potensi pelanggaran hak asasi manusia.

Tidak bisa dipungkiri, citra kedua institusi ini bisa dibilang begitu jomplang. Masyarakat cenderung merasa lebih dilindungi dan diayomi oleh tentara ketimbang polisi yang justru dekat dengan tagline itu.

Secara historis, masyarakat Indonesia sering kali mengaitkan polisi dengan kekuasaan dan kontrol sosial, yang sering dianggap represif. Polisi dipandang sebagai alat negara untuk mengawasi dan menindak pelanggaran, terkadang dengan cara yang dianggap tidak adil atau keras. Sebaliknya, TNI sering kali dipandang sebagai simbol perjuangan dan kebanggaan nasional, terutama mengingat sejarah kemerdekaan Indonesia yang penuh dengan peran besar TNI dalam mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.

Reformasi Polri: Solusi yang Lebih Tepat?

Alih-alih kembali menggabungkan kepolisian dengan TNI, langkah yang lebih rasional dan konstruktif adalah melakukan reformasi mendalam terhadap institusi kepolisian itu sendiri. Sejak reformasi 1998, Polri memang mengalami transformasi yang cukup signifikan dengan melepaskan diri dari pengaruh militer dan mendeklarasikan diri sebagai institusi yang independen. Tujuan dari reformasi ini adalah untuk memastikan polisi dapat lebih fokus pada tugas-tugas sipil dan penegakan hukum yang adil.

Baca Juga  Menjaga Keharmonisan dalam Perbedaan (Mewujudkan Pilkada Damai)

Namun, reformasi tersebut tampaknya belum cukup mendalam. Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan masih menjadi masalah besar dalam institusi ini. Oleh karena itu, yang dibutuhkan sekarang bukan hanya reformasi struktural, tetapi juga peningkatan sistem pengawasan, transparansi, dan akuntabilitas. Polri perlu memiliki sistem yang lebih kuat dalam menangani anggota-anggotanya yang tidak disiplin, termasuk pemberian sanksi yang lebih tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya.

Di samping itu, penting untuk menanamkan budaya yang mengutamakan pelayanan publik yang berkualitas dan penguatan hubungan antara polisi dan masyarakat. Jika polisi dapat mendekatkan diri dengan masyarakat, transparansi dalam tindakan mereka dapat lebih terjaga dan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian akan meningkat.

Mengembalikan polisi di bawah komando TNI mungkin terlihat sebagai jalan pintas dalam menghadapi krisis kepercayaan terhadap kepolisian, tetapi hal tersebut bukanlah solusi yang tepat. Alih-alih kembali ke masa lalu, kita perlu melihat masa depan dengan membangun sistem kepolisian yang lebih baik dan lebih berintegritas.

Reformasi dalam kepolisian yang lebih mendalam, penguatan akuntabilitas, serta penerapan budaya pelayanan yang humanis akan menjadi kunci untuk menciptakan lembaga yang lebih baik dan lebih bisa dipercaya oleh masyarakat.

Polri harus diubah untuk lebih menjadi lembaga yang bertanggung jawab, adil, dan transparan, bukan dengan kembali ke struktur yang sudah terbukti kurang efektif di masa lalu.

Bagikan Ke Seluruh Umat Manusia!

What do you think?

Written by Friska Gayatri

Seorang pencari makna, berusaha merangkul keautentikan dalam dunia yang kadang terasa samar. Sering kali tak berani mengungkapkan diri, tapi selalu berusaha menjadi cahaya yang memancarkan inspirasi bagi orang-orang di sekitar, Amin.

Tinggalkan Balasan

GIPHY App Key not set. Please check settings

Apa Salahnya Jika Perempuan “Telat” Menikah?

Harapan Baru untuk Polewali Mandar: Konstribusi Anak Muda di Pilkada 2024