in

LoveLove

Pilgub Sulbar: Yang 1 Menebar Bakti, Yang 2 Menebar Isu

Riuh renda para pendukung makin grasak grusuk menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Barat 2024. Tidak hanya saling berbalas yel-yel dan sorakan di ruang debat KPU, euphoria para pendukung juga sampai pada kolom komentar sosial media di mana gagasan hingga asumsi diadu tanpa batasan.

Dari semua obrolan politik di ruang-ruang publik menjelang pemilihan, ada satu hal yang cukup menarik untuk dibahas, yakni isu pelipatan atau penggabungan kekuatan hingga suara dari pasangan calon nomor urut 1 ke pasangan calon nomor urut 2. Secara samar-samar, ada upaya agar penggabungan suara ini terjadi, namun bukankah itu justru mengartikan bahwa ada kelemahan pada basis pendukung dari nomor urut 2?

Sebelum jauh ke situ, memang tidak bisa dipungkiri, majunya kakak beradik pentolan keluarga “Masdar” ini membuat pilgub sulbar 2024 semakin seru untuk dibahas, tidak hanya bagi kalangan akademisi dan “si paling pakar” tetapi juga hingga pada ruang-ruang santai kelompok ibu-ibu pengajian, atau pengkolan ojek bapak-bapak di gang kecil perkotaan atau juga tongkrongan perempatan jalan pemuda di pedesaan.

Bukan hal yang mengagetkan jika persaingan politik AIM dan ABM cenderung lebih sering dimention dalam percakapan publik. Elektabilitas AIM yang kian mendominasi, dan “ambisi” ABM yang masih belum surut. Walau demikian, banyak orang menerka-nerka arah politik seperti apa yang tengah dijalankan dari maju bersamaannya kaka beradik ini. Tidak heran jika dalam edisi Editorial Partikel Bebas- Majunya ABM & AIM Merupakan Manifestasi dari Syndrome Kekuasaan”- mengasumsikan adanya kerjasama politik antara keduanya. Namun yang perlu digarisbawahi adalah, pertaruhan politik kali ini tidak lagi bicara ambisi politik keluarga, melainkan pembuktian siapakah yang benar-benar mampu menjadi matahari yang kelak menyinari Sulbar, apakah matahari yang terbit di Matakali atau matahari yang terbit dari Todilaling.

Baca Juga  Menerka-nerka Orientasi Kebijakan di Tangan Pedagang, Birokrat, Kiai dan Pengusaha Jika Menjadi Seorang Bupati

Persaingan politik AIM dan ABM pada Pilgub Sulbar 2024 ini juga tidak bisa dilepaskan dari isu-isu yang tengah menyeruak belakangan ini, yakni isu yang telah penulis singgung di awal tulisan tentang upaya penggabungan kekuatan paslon 01 ke paslon 02.

Tentu saja, isu demikian melahirkan keambiguan bagi para pendukung, bagi pendukung 02 bisa menjadi kabar gembira yang juga secara tersirat merayakan kemenangan atas persaingan kakak beradik ini. Berbeda dengan 01 yang bisa saja merugikan narasi politik yang telah dibangun selama ini. Maka tidak heran jika pada agenda debat paslon di Majene kemarin, AIM menutup pernyataan dengan menegaskan bahwasanya tidak akan ada penggabungan kekuatan ataupun suara kepada paslon lain yang dalam hal ini tentu dimaksudkan untuk paslon 02.

Isu-isu penggabungan tersebut dibangun dengan cukup serius, dengan narasi-narasi kepatuhan seorang adik kepada kakak dan juga narasi historikal yang berupaya meromantisasi apa yang terjadi pada pemilihan bupati beberapa tahun lalu, di mana penggabungan itu pernah terjadi. Seolah-olah hal tersebut akan terulang kembali.

Dalam beberapa kesempatan, AIM sudah cukup menegaskan bahwa sikap politiknya kali ini tidak ada urusannya dengan obrolan di meja makan keluarga. Baginya, perjalanan politis yang telah dilakoni selama ini sudah cukup membuktikan keseriusannya untuk maju pada pilgub sulbar mendatang, ditambah beberapa survey memperlihatkan elektabilitas AIM masih lebih mendominasi.

Selanjutnya, yang jadi pertanyaan, dari mana isu ini bersumber?. Tanpa disebutkan pun, kita sudah bisa menduga-duga siapa dan untuk apa isu ini dimunculkan pada percakapan publik. Tapi tanpa disadari, justru “upaya kotor” semacam ini menyiratkan adanya keragu-raguan atas kekuatan politik yang dimilikinya. Artinya secara tidak langsung justru memperlihatkan bahwa kekuatan politik paslon 01 menjadi daya untuk mendongkrak elektabilitas dan secara tidak langsung juga mengakui “tanpa AIM, ABM bisa apa”. Ketidakmampuan menebar bakti pada masyarakat menjadikan upaya menebar isu jadi jalan ninja yang kemudian dipilih.

Baca Juga  Peran Generasi Muda dalam Pilkada Polewali Mandar dan Harapan di Masa Depan

Terlepas dari semua itu, pernyataan AIM pada agenda debat paslon di Majene kemarin telah menjadi acuan untuk menepis isu tersebut serta menjadi jawaban atas semua kebingungan dan pertanyaan-pertanyaan dari para pendukung yang bisa saja “tidak rela” jika harus melipatkan dukungannya pada paslon lain.

Bagikan Ke Seluruh Umat Manusia!

What do you think?

Written by Fitria Irma Rasyid

Seorang Mahasiswa Pascasarjana di Salah-satu Universitas Negeri yang berasa Swasta. Saat ini tengah sibuk bercita-cita jadi lebih berisi, badannya.

Tinggalkan Balasan

GIPHY App Key not set. Please check settings

Tante Mia, Bu Let dan Perkara Jumatan

Politik Uang dan Etika Demokrasi: Bagaimana Masyarakat Dapat Berperan Aktif