in

Kampus Berpolitik; Apa Tidak Kampungan?

Pilkada serentak yang akan dihelat pada November tahun ini kian terasa gregetnya. Bukan hanya para elit partai yang akan mengadu nasib di dunia politik, tapi para elit kampus swasta juga akan ikut beradu. Ini tentu harus menjadi bahan renungan bersama, apakah ini akan menjadi penanda baik bagi dunia pendidikan atau justru sebaliknya.

Dari sejumlah pengamatan, saya melihat keterlibatan pejabat kampus dalam kancah politik praktis dengan sejumlah isu yang diusungnya perlu diperhatikan. Meskipun kampus swasta memiliki otonomi lebih besar dibandingkan dengan kampus negeri, mereka tetap harus mempertimbangkan beberapa faktor penting untuk menjaga integritas akademik dan lingkungan belajar yang sehat.

Isu dan Tantangan

Menyikapi fenomena munculnya politisi akademi ini tentunya akan memicu turbulensi sosial politik yang tentu akan sangat rentan dengan risiko dan residu tantangan yang tidak ringan.

Independensi akademik di kampus swasta bisa terancam jika pejabat kampus terlibat dalam politik. Pengambilan keputusan akademik harus tetap didasarkan pada standar pendidikan yang tinggi, bukan pada agenda politik tertentu.

Kurikulum dan Pendidikan

Kurikulum di kampus swasta juga bisa terpengaruh oleh intervensi politik. Ada risiko bahwa mata kuliah atau bahan ajar tertentu dimodifikasi untuk mendukung pandangan politik tertentu, yang dapat mengurangi objektivitas dan kualitas pendidikan.

Gerakan Mahasiswa

Mahasiswa di kampus swasta tetap memiliki hak untuk berorganisasi dan mengemukakan pendapat. Namun, keterlibatan politik oleh pejabat kampus bisa menekan atau memanipulasi gerakan mahasiswa untuk mendukung agenda politik tertentu, yang dapat menghambat kebebasan berekspresi.

Etika dan Konflik Kepentingan

Pejabat kampus yang mencalonkan diri dalam partai politik atau terlibat aktif dalam politik praktis bisa menghadapi konflik kepentingan. Keputusan yang mereka ambil mungkin lebih menguntungkan kepentingan politik mereka dari pada kepentingan institusi pendidikan.

Baca Juga  Romansaktivis : Lani, Orator Ulung yang Dikagumi Anwar

Contoh kasus di beberapa kampus swasta di Indonesia, terdapat beberapa laporan tentang rektor atau pejabat tinggi lainnya yang mencalonkan diri dalam pemilihan umum atau terlibat dalam kegiatan politik. Hal ini sering kali menimbulkan kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa dan staf pengajar yang khawatir tentang potensi dampak negatif pada lingkungan akademik.

Solusi dan Rekomendasi

Dari beberapa yang saya urai diatas, setidaknya ada beberapa fostulat yang mesti menjadi poin dalam mengusung sikap kritis kita sebagai mahasiswa. Pertama, regulasi Internal. Kampus swasta perlu mengembangkan dan menerapkan kebijakan internal yang jelas mengenai keterlibatan pejabat kampus dalam politik. Kebijakan ini harus memastikan bahwa keputusan akademik dan administrasi tetap bebas dari pengaruh politik.

Kedua, Pendidikan dan Kesadaran. Meningkatkan kesadaran di kalangan mahasiswa, staf, dan pengelola kampus tentang pentingnya menjaga independensi akademik dan etika profesional. Ketiga, Transparansi dan Akuntabilitas. Pihak kampus harus memastikan transparansi dalam proses pengambilan keputusan dan akuntabilitas pejabat kampus. Semua keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka untuk pengawasan publik.

Keempat, Forum Dialog. Tujuannya untuk mendorong adanya dialog antara mahasiswa, dosen, dan pejabat kampus untuk membahas isu-isu yang relevan, termasuk keterlibatan politik, untuk memastikan bahwa suara semua pihak didengar dan diperhatikan.

Secara umum, meskipun kampus swasta memiliki kebebasan lebih besar dalam mengelola institusinya, menjaga batasan yang jelas antara pendidikan dan politik adalah hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa kampus tetap menjadi tempat yang netral dan fokus pada misi utamanya, yakni memberikan pendidikan berkualitas dan mendorong penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat.

Catatan ini tentu saja tidak harus ditanggapi sebagai sebuah larangan, sebab bagaimanapun, kapasitas saya tak akan pernah sampai kesana. Terlebih keilmuan yang juga tak akan memadai untuk bertaruh argumen. Ini hanya upaya menghadirkan ruang ruang diskusi, agar dalam setiap momentum politik, sikap mahasiswa bisa menjadi bahan acuan bagi semua.

Baca Juga  Apa Salahnya Jika Perempuan “Telat” Menikah?

Di tulis Oleh, Saharuddin
Mahasiswa non aktif salah satu kampus di Polman

Bagikan Ke Seluruh Umat Manusia!

What do you think?

Written by Partikel Bebas

Partikel Bebas adalah media bersama, menjadi ruang bebas untuk bersuara, bercerita dan sedikit bercanda. Partikel Bebas adalah wadah di mana ide-ide dapat saling bertemu, berbenturan dan berkembang yang selanjutnya diharapkan mampu memperluas perspektif serta memperkaya perbendaharaan literatur di Sulawesi Barat.

Tinggalkan Balasan ke Ana AylaBatalkan balasan

GIPHY App Key not set. Please check settings

One Comment

Politisasi Beasiswa KIP Oskadon ialah Jebakan Batman

Desak-desakan Calon Bupati, Perlukah?